![]() |
| Koordinator Museum Rekor Sukoharjo (Muresko), Bimo “Kokor” Wijanarko (Foto:Sutarmin DS) |
Warga pinggiran yang melakukan tasyakuran dengan tumpengan yaitu tukang becak, tukang parkir dan pedagang kaki lima (PKL). Menurut Sarmin, salah seorang tukang becak yang mangkal di pasar darurat Sukoharjo menjelaskan, dirinya dan rekan-rekan seprofesi lega atas pembubaran RSBI.
Selama ini, sekolah RSBI hanya diisi oleh anak-anak pejabat dan orang kaya. Orang miskin, dipastikan tak mampu menyekolahkan anaknya di RSBI, arena biaya sangat mahal.
“Bukan rahasia umum, siswa yang sekolah di RSBI orang tuanya kaya. Jika tidak kaya tidak bisa menyekolahkan anaknya di RSBI. Kami senang RSBI dibubarkan, karena semua anak usia sekolah bisa bersekolah dimanapun,” imbuhnya.
Aksi warga pinggiran itu diawali dengan berorasi di pintu masuk pasar darurat. Sambil membawa tumpeng kecil dan poster, warga pinggiran itu berorasi dan mengucap syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas dibubarkannya RSBI. Tumpeng dibawa oleh Wito Sarjono, warga Dalangan, Tawangsari, Sukoharjo.
Sementara sejumlah poster yang digelar bertuliskan,” Dampak RSBI Membuat Jurang Pandai Bodoh,” “RSBI Kenyataannya untuk Si Kaya,” “Bersyukur RSBI Bubar,” dan “Buat Saja Seperti SMA Nusantara,” “Perbanyak Sekolah Musik, Tari dan Lain-lain.”
Selanjutnya, belasan warga pinggiran menggela tikar dan duduk lesehan memotong tumpeng. Sembari menyanyikan lagu berjudul Nona Manis Siapa Yang Punya namun liriknya diubah. Yakni Sekolah siapa yang punya, sekolah siapa yang punya. Yang punya kita semua.
Koordinator Museum Rekor Sukoharjo (Muresko), Bimo “Kokor” Wijanarko, menyatakan, aksi pedagang sebagai representasi kaum pinggiran. Menurutnya, RSBI membuka jurang pandai dan bodoh serta kaya dan miskin. “Pembubaran RSBI menjadi awal pemerataan pendidikan di Sukoharjo. Kami berharap setelah RSBI dibubarkan Pemkab membentuk sekolah-sekolah bernuansa budaya, harapnya. (Sutarmin DS)


0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !