CSIS: Presiden Sebagai Petugas Partai Itu Logika yang Ditolak Bung Karno INDEPNEWS.Com
Headlines News :
Home » , , » CSIS: Presiden Sebagai Petugas Partai Itu Logika yang Ditolak Bung Karno

CSIS: Presiden Sebagai Petugas Partai Itu Logika yang Ditolak Bung Karno

Ditulis Oleh redaksi Sabtu, 11 April 2015 | 15.02

Peneliti senior Center for Strategic and International Studies (CSIS) Philips Jusario Vermonte (Tribun)
JAKARTA - INDEPNEWS.Com : Hubungan antara Presiden Jokowi dan elite parpol semakin dinamis. Secara tersirat Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri sempat menyindirnya dalam pidato Kongres IV PDIP di Sanur, Bali.

Menurut Pengamat politik senior dari lembaga survei CSIS, Phillips Vermonte, soal petugas partai yang didengungkan Megawati jauh berbeda dengan ayahnya, Soekarno. Phillips menilai ada pandangan yang berbeda antara Mega dan Soekarno.

"Ada beberapa kritik untuk Pak Jokowi dan PDIP, Bung Karno itu orang yang anti sama partai loh makanya dulu Bung Karno mengembalikan (pemerintahan) Indonesia melalui dekrit presiden. Makanya peran partai itu dikecilkan," kata Phillips dalam diskusi Polemik 'Penumpang Gelap di Tukungan' di Warung Daun, Jl Cikini Raya, Jakarta Pusat, Sabtu (11/4/2015).

"Bung Karno menunjukkan relatif ketidaksukaannya pada parpol waktu itu. Kenapa Bung Karno tidak cocok dengan hasil Pemilu 1955 karena merasa posisi presiden sangat lemah. Kalau dalam pidato Mega (menyebut) Pak Jokowi petugas partai dan menteri juga itu adalah logika yang ditolak Bung Karno," lanjutnya.

Menurutnya, seusai pemilu tugas presiden sebagai petugas partai selesai sudah. Melainkan presiden harus menjadi milik konstitusi yang senantiasa dituntut mengedapankan kepentingan masyarakat di atas golongannya.

"Konstruksi kita presidensial, jadi begitu terpilih bukan berada di atas golongan. Piramida kekuasaan Indonesia itu berada di konstitusi. Presiden memegang kekuasaan tertinggi karena itu preisden dan menteri bukan petugas partai karena itu setelah pemilu mereka di atas partai," kata Phillips.

Lain lagi jika negara ini menganut sistem parlementer. Phillips mengatakan, jika negara ini berbasis parlementer maka presiden dan menteri juga tetap menjadi petugas partai.

"Kalau sistem parlementer benar mereka masih jadi petugas partai. Soekarno tidak suka dengan parpol," sambungnya.

Sedang Pakar psikologi UI Dewi Haroen mengatakan dalam hal ini Presiden Jokowi harus berani bersikap tegas terhadap parpol pendukungnya. Meski di sisi lain, posisinya saat ini terjepit dan serba salah.

"(Jokowi perlu) Ketegasan. Beliau harus memperbaiki komunikasi ke Bu Megawati, 'Saya adalah presiden, tapi saya tidak berniat meninggalkan PDIP'. Komunikasi nggak ada akhirnya Bu Mega jadi menduga-duga. Saya bisa pahamin ini karena beliau (Jokowi) orang Solo. Dia akan bisa maju kalau bisa komunikasi dengan Bu Mega," terang Dewi. [Ayunda W Savitri/detik/inc]
Bagikan Berita :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

BERITA POPULER

Cari Blog Ini

 


Copyright © 2011. INDEPNEWS.Com - All Rights Reserved