JAKARTA - INDEPNEWS.Com : soal penyadapan oleh Kedubes Amerika
yang “diarahkan” seakan-akan tanggung jawab Jokowi, dan unjuk rasa buruh soal
Upah Minimum Propinsi (UMP) yang juga diarahkan ke Jokowi, di satu sisi adalah
pengakuan bahwa de facto bahwa Jokowi sudah terpilih menjadi
presiden.
Hal itu dikemukakan Sabar Mangadu, Ketua DPP Relawan Jokowi
Presiden 2014 (Relawan Jokowi, Bara JP) di Jakarta Senin 11/11. Sabar merasa perlu
meluruskan hal ini, supaya petinggi dan cerdik pandai jangan keterusan mendidik
masyarakat menjadi anti-logika.
“Ketika petinggi Demokrat mengalamatkan penyadapan spionase kepada
Jokowi, sesungguhnya tak ada alasan rasional bahwa hal itu adalah tanggung
jawab Jokowi. Namun karena dianggap sudah terpilih sesuai hasil survei, ya
diarahkan ke Jokowi,” katanya.
Sabar sepakat dengan Satrio Arismunandar, wartawan senior. “Jokowi
kan de facto sudah terpilih, hanya menunggu proses
formal politik. Asalkan semua proses berjalan transparan dan jujur, tak ada
yang bisa menghambat Jokowi,” kata Satrio dalam diskusi di Bara JP Sabtu 9/11.
Sabar mengatakan, kita mempunyai Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg),
yang secara langsung berada di bawah presiden, bukan di bawah Gubernur DKI
Jakarta. Maka, pertanyaan ihwal kinerja Lemsaneg, harus dialamatkan kepada
Presden RI, bukan kepada Gubernur DKI.
Mengasumsikan Jokowi berwewenang mengatasi penyadapan oleh
intelijen asing, menganggap Jokowi mempunyai wewenang mengatur Lemsaneg atau
bisa memerintah Badan Intelijen Negara (BIN). Apakah kontruksi berpikir
demikian benar atau salah?
Demikian juga tuntutan buruh di mana Jokowi seakan-akan menjadi
faktor penentu dalam perekonomian. Buruh lupa, soal tunjangan perumahan,
transportasi, pendidikan dan kesehatan yang seharusnya diberikan pemerintah,
adalah tanggung jawab presiden.
“Upah buruh di RRC lebih rendah dibanding Indonesia, karena
pemerintah pusat memberi subsidi kepada rakyat (termasuk buruh). Tarif listrik
di RCC lebih murah dibanding Indonesia, karena pemerintah RRC mensubsidi
transmisi tegangan tinggi,” jelas Sabar.
Dengan berbagai subsidi pemerintah RRC kepada rakyat, maka dalam
perhitungan upah buruh, komponen yang sudah disubsidi tidak dimasukkan lagi.
“Kenapa di Indonesia tidak demikian, ya buruh tanya ke presiden dong, jangan tanya ke gubernur
masing-masing,” tandasnya.
Apabila konstruksi berpikir para buruh tidak segera diluruskan,
maka secara langsung para petinggi organisasi buruh telah mendidik buruh
menjadi anti-logika. “Saya yakin para aktivis buruh mengetahui hal ini, namun
karena ada agenda khusus, jadi pura-pura tidak tahu.”
Bila tidak segera diluruskan, kebohongan yang disampaikan
terus-menerus, bisa dianggap sebagai kebenaran. Ini berbahaya, karena bangsa ini
bisa lupa letak masalah, tidak tahu sumber masalah yang menyengsarakan rakyat.
(RJ)


0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !