Orientasi hasil yang instant dalam olahraga jadi biang kerok olahraga Indonesia yang miskin prestasi
JAKARTA - INDEPNEWS.Com : Kehausan akan prestasi tak jarang membuat orang mengambil jalan pintas. Ini terjadi di banyak bidang di Indonesia salah satunya bidang olahraga. Prestasi bukan dibangun dengan pelatihan dan sistem yang berkelanjutan, tetapi dengan metode ‘asal comot’. Hasilnya, di bidang olahraga, alih-alih mendapatkan prestasi, Indonesia selalu jadi bulan-bulanan oleh negara lain, sering kali juga oleh penikmat olahraga dalam negeri.
Hal ini menjadi focus dari diskusi terbatas Indonesia Sport Network (ISN) dengan beberapa penikmat olahraga di Jakarta, Rabu (11/2) kemarin. Ahmad Wari, adviser ISN menyatakan bahwa diperlukan sebuah rencana yang tertata dan terukur untuk bisa meraih prestasi olahrga.
“Untuk meraih prestasi tentu harus direncanakan secara terukur dan tertata. Yang jelas perlu waktu. Yang terjadi di lapangan, beberapa bulan sebelum perhelatan olahraga katakanlah SEA GAMES, baru semua bingung cari pemain,” papar Wari.
Fakta ini tentu mengejutkan dan memprihatinkan. Sebab, prestasi Indonesia dalam bidang olahraga memang tidak maksimal. Di SEA GAMES terakhir, Indonesia hanya menduduki peringkat 4. Padahal, jika melihat jumlah total penduduk Indonesia, seharusnya Indonesia memiliki lebih banyak kemungkinan menang dengan asumsi sistem pelatihan dan perekrutan kita sama baiknya dengan negara lain.
“Kalau (sistem) pelatihan dan perekrutannya sama baik, kita harusnya pemenang! Tapi kan kenyataannya tidak. Jadi apa yang terjadi dengan sistem keolahragaan kita? Semuanya pingin instant. Ya ngga bisa,” ujar Wari.
Heru Effendy, salah seorang penikmat sekaligus seseorang yang peduli dan mengamati olahraga negeri ini, menyatakan bahwa orientasi hasil yang instant dalam olahraga memang biang kerok olahraga Indonesia yang miskin prestasi.
Ia menyatakan bahwa kenyataan di lapangan bahkan lebih buruk. Atlet akhirnya harus mencari tempat dan biaya sendiri untuk berlatih. Pemerintah tak memperhatikan itu. Ketika waktu bertanding sudah dekat, baru mereka dikontak.
“Nah, yang terjadi, ketika dapat prestasi, menteri dan siapapun itu ikut foto-foto, bilang ‘Ini berkat kerja dan kepedulian pemerintah...’ kalau kalah, atlet disalahkan. Kan sedih…” tukas Heru.
Ia memaparkan bahwa banyak atlet yang besar karena usaha mereka sendiri untuk berlatih keras tanpa ada kepedulian pemerintah. Ia membeberkan data bahwa dalam daftar legenda bulutangkis misalnya, hanya Icuk Sugiharto yang merupakan jebolan Sekolah Atlet Ragunan.
“Yang lain, mereka latihan sendiri. Lim Swie King, Rudi Hartono, Haryanto Arbi, semua latihan sendiri,” jelas Heru.
Dua Langkah Penting
Dalam diskusi tersebut, disepakati bahwa untuk meraih tujuan besar olahraga Indonesia yakni raihan prestasi, diperlukan langkah-langkah dan tentunya waktu. Pemerintah dalam hal ini KONI, KOI dan Kemenpora harus mengubah strategi dan cara berpikir.
Pertama, diperlukan skala prioritas dalam menentukan mana olahraga yang punya potensi prestasi tinggi hingga yang masih kurang. Skala prioritas ini diperlukan agar fokus pengembangan olahraga tidak hanya berbasis jumlah isu dan pemberitaan.
“Maksudnya, bisa jadi kita banyak bicara soal sepakbola karena memang banyak yang menontonnya. Tapi apa sepakbola kita berprestasi? Apa yang dicintai dan ditonton itu sepakbola Indonesia sendiri? Skala prioritas ini menjadi penting sekali,” ujar Heru.
Selain itu, kedua, diperlukan pusat laboratorium sains olahraga. Inilah yang sebenarnya selama ini jadi titik lemah olahraga Indonesia. sementara di luar negeri para pelatih sudah menggunakan data statistic dan ilmu pengetahuan eksak untuk berbagai keputusan, di Indonesia seperti masih primitif.
“Memang kita masih ketinggalan. Primitif. Siapa yang banyak diomongin, ya itu yang dipanggil. Sementara yang tak pernah didengar meskipun punya statistic stamina, fokus, emosi dan performa bagus tak disentuh. Gimana mau menang?” tambah Wari.
Dalam diskusi ini, Managing Director ISN Rosyid Jazuli menganggap dua masukan tersebut sangat perlu didengar pemerintah dalam hal ini Kemenpora khususnya. Meski demikian, masukan ini tentu perlu lebih difokuskan dan dilebih-detilkan.
“Dua hal ini (Skala prioritas dan laboratorium sains olahraga) ini adalah apa yang dibutuhkan pemerintah saat ini. Tapi untuk lebih tepat sasaran, tentu harus fokus dan detil sesuai tiap cabang olahraga. Sebab masalahnya tentu berbeda-beda,” ujar Rosyid.
Pada intinya, banyak pihak yang ingin melihat prestasi gemilang olahraga Indonesia. Namun bagaimanapun juga, semua akan berakhir pada kemauan pemegang kekuasaan. Mau tidak pemerintah ini olahraganya berprestasi. (ISN)
*Indonesia Sport Network atau ISN dibentuk oleh beberapa anak muda dari latar belakang berbeda yang peduli pada olahraga di negeri ini dan meyakini bahwa Indonesia bisa punya system kompetisi, karir dan rekor olahraga yang lebih baik. Melalui riset-riset dan rekomendasinya, ISN ingin menciptakan industry olahraga dalam negeri yang menjadi pilar ekonomi bangsa ini.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !