JAKARTA - INDEPNEWS.Com : Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta menolak gugatan kubu Prabowo-Hatta terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU) terkait adanya kecurangan rekapitulasi suara pada 22 Juli 2014. Sidang yang ketuai oleh mejelis Hakim, Hendro Puspito menyebut perkara itu tidak termasuk dalam kewenangan PTUN.
"Menimbang bahwa yang menjadi objek sengketa dan dimohonkan untuk dinyatakan batal atau tidak sah oleh para penggugat. Di dalam gugatannya adalah surat ketua KPU No 959/UND/VIII/2014 tertanggal 21 Juli 2014. Bersifat segera, perihal: Undangan penetapan rekapitulasi hasil perhitungan suara dan penetapan pasangan calon presiden dan wakil presiden terpilih hasil pemilu 2014. Gugatan nyata-nyata tidak termasuk dalam kewenangan absolut pengadilan PTUN," ujar Hendro dalam sidang yang digelar di PTUN, Cakung, Jakarta Timur, Kamis (28/8).
Hendro melanjutkan, keputusan yang diambil oleh PTUN terhadap gugatan tersebut adalah berdasarkan pasal 62 ayat 1 UU No 5 tahun 1986 tentang peradilan tata usaha negara dengan beberapa ketentuan melalui rapat dan permusyawaratan ketua pengadilan. "Pokok gugatan tersebut nyata-nyata tidak termasuk dalam kewenangan pengadilan. Gugatan tersebut tidak didasarkan pada alasan yang layak, apa yang dituntut dalam gugatan sudah dipenuhi oleh keputusan tata usaha negara yang digugat," lanjut Hendro.
Hendro mempersilakan pihak penggugat untuk mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara bila tak puas dengan putusan hakim. Kubu Prabowo menggugat Surat Ketua KPU nomor 959/UND/8/2014 tertanggal 21 Juli 2014 soal undangan penetapan rekapitulasi hasil perhitungan suara dan penetapan pasangan calon presiden dan wakil presiden terpilih.
"Bila ada yang tidak sependapat silakan lakukan banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara, maka dengan ini sidang selesai dan ditutup," tutupnya.
Menanggapi keputusan majelis hakim tersebut, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon mengatakan, gugatan yang dilayangkan ke PTUN adalah langkah hukum kubu Prabowo-Hatta untuk mendapatkan kepastian hukum konstitusional. Fadli mengatakan, keputusan yang diambil oleh majelis hakim berbeda tafsir dengan apa gugatan yang dilayangkan.
"Proses di PTUN hari ini menurut kuasa hukum kemungkinan ada berbeda penafsiran. Ini sidang dijadwalkan bukan mengadili hasil pilpres, tetapi tim hukum menggugat materi gugatan penetapan proses rekapitulasi," kata Fadli usai persidangan.
Fadli mengatakan, proses persidangan yang dilakukan di PTUN ini bukan bagian dari mengubah keputusan Mahkamah Konstitusi (MK), tetapi demi keadilan hukum di mana proses Pilpres 2014 bermasalah secara subtansial sehingga tidak terjadi keadilan subtantif. Dia menambahkan, sebelum melayang gugatan tersebut pihaknya sebelumnya sudah melaporkan hal ini kepada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
"Bukan berarti kami tidak mengetahui kewenangan Bawaslu. Justru rekomendasi Bawaslu yang tidak diindahkan, jangan sampai hukum dicampuri dengan politik kepentingan. Kami telah menempuh segala risiko dalam hal ini," tandasnya.
"Menimbang bahwa yang menjadi objek sengketa dan dimohonkan untuk dinyatakan batal atau tidak sah oleh para penggugat. Di dalam gugatannya adalah surat ketua KPU No 959/UND/VIII/2014 tertanggal 21 Juli 2014. Bersifat segera, perihal: Undangan penetapan rekapitulasi hasil perhitungan suara dan penetapan pasangan calon presiden dan wakil presiden terpilih hasil pemilu 2014. Gugatan nyata-nyata tidak termasuk dalam kewenangan absolut pengadilan PTUN," ujar Hendro dalam sidang yang digelar di PTUN, Cakung, Jakarta Timur, Kamis (28/8).
Hendro melanjutkan, keputusan yang diambil oleh PTUN terhadap gugatan tersebut adalah berdasarkan pasal 62 ayat 1 UU No 5 tahun 1986 tentang peradilan tata usaha negara dengan beberapa ketentuan melalui rapat dan permusyawaratan ketua pengadilan. "Pokok gugatan tersebut nyata-nyata tidak termasuk dalam kewenangan pengadilan. Gugatan tersebut tidak didasarkan pada alasan yang layak, apa yang dituntut dalam gugatan sudah dipenuhi oleh keputusan tata usaha negara yang digugat," lanjut Hendro.
Hendro mempersilakan pihak penggugat untuk mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara bila tak puas dengan putusan hakim. Kubu Prabowo menggugat Surat Ketua KPU nomor 959/UND/8/2014 tertanggal 21 Juli 2014 soal undangan penetapan rekapitulasi hasil perhitungan suara dan penetapan pasangan calon presiden dan wakil presiden terpilih.
"Bila ada yang tidak sependapat silakan lakukan banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara, maka dengan ini sidang selesai dan ditutup," tutupnya.
Menanggapi keputusan majelis hakim tersebut, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon mengatakan, gugatan yang dilayangkan ke PTUN adalah langkah hukum kubu Prabowo-Hatta untuk mendapatkan kepastian hukum konstitusional. Fadli mengatakan, keputusan yang diambil oleh majelis hakim berbeda tafsir dengan apa gugatan yang dilayangkan.
"Proses di PTUN hari ini menurut kuasa hukum kemungkinan ada berbeda penafsiran. Ini sidang dijadwalkan bukan mengadili hasil pilpres, tetapi tim hukum menggugat materi gugatan penetapan proses rekapitulasi," kata Fadli usai persidangan.
Fadli mengatakan, proses persidangan yang dilakukan di PTUN ini bukan bagian dari mengubah keputusan Mahkamah Konstitusi (MK), tetapi demi keadilan hukum di mana proses Pilpres 2014 bermasalah secara subtansial sehingga tidak terjadi keadilan subtantif. Dia menambahkan, sebelum melayang gugatan tersebut pihaknya sebelumnya sudah melaporkan hal ini kepada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
"Bukan berarti kami tidak mengetahui kewenangan Bawaslu. Justru rekomendasi Bawaslu yang tidak diindahkan, jangan sampai hukum dicampuri dengan politik kepentingan. Kami telah menempuh segala risiko dalam hal ini," tandasnya.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !