Bisakah Jadi Dewan Tanpa Modal ? INDEPNEWS.Com
Headlines News :
Home » , , » Bisakah Jadi Dewan Tanpa Modal ?

Bisakah Jadi Dewan Tanpa Modal ?

Ditulis Oleh redaksi Senin, 07 Oktober 2013 | 09.22

Joko Suprapto (Wartawan INDEPNEWS.Com) 
“Kemenangan Dalam Sebuah Kompetisi Bukanlah Akhir Dari Sebuah Cerita, Namun Bagaimana Kemenangan Itu Bisa Memberikan Manfaat Bagi Orang Lain”

SUKOHARJO - INDEPNEWS.Com : "Bisakah Jadi Dewan Tanpa Modal?" Sebuah pertanyaan yang terkadang bisa membuat kita berpikir sejenak, karena jawabannya tidak sesederhana itu, antara bisa dan tidak bisa untuk menjadi Dewan. Tetapi justru malah akan menimbulkan pertanyaan yang lain. Di era sekarang mana ada calon dewan tanpa modal? Apakah tidak hanya menimbulkan bahan tertawaan dikalangan masyarakat ? 

Ada cerita menarik dari salah satu calon legeslatif yang bermodalkan tekad dan semangat. Pada awalnya tidak pernah berpikir kalau bakal dilamar salah satu partai politik. Dia tidak pernah berpikir untuk mencalonkan diri untuk menjadi anggota dewan, mengingat biaya yang harus dikeluarkan demikian besar. Dia sudah merasa muak bahkan jijik melihat sepak terjang para pelaku politik yang senang mengobral janji. Tapi dengan keberadaannya yang demikian sederhana justru menjadi pilihan dari partai tersebut. Barangkali ini merupakan pilihan alternatif yang bisa memberikan warna tersendiri dalam kancah politik. 

Dengan berbagai pertimbangan lamaran tersebut diterima, karena mungkin dia punya strategi tersendiri dalam meraih simpati masyarakat. Pendekatan personal dan saling menghargai sesama lebih menyentuh dibanding bagi-bagi duit, akan lebih berarti jika ada dana diperuntukan untuk kegiatan yang sifatnya sosial dan tanpa disertai embel-embel. Artinya tanpa pasang spanduk tanpa bagi-bagi duit bukan alasan untuk tidak dikenal masyarakat. Kuncinya adalah lakukan dan berikan yang terbaik yang mempunyai nilai manfaat bagi masyarakat banyak. 

Sudah bukan menjadi rahasia umum bahwa untuk menjadi Anggota Legeslatif baik di tingkat pusat, propinsi maupun daerah harus punya modal besar disamping relasi yang memadai. Soal kapabilitas hitungan nomer belakangan. Mengenai biaya yang mesti dipersiapkan dari puluhan juta hingga ratusan juta rupiah bahkan milyaran rupiah. Mendengar biaya yang sebesar itu, dalam hati kita jadi bertanya-tanya. Bagaimana mungkin dengan jabatan yang hanya 5 tahun berani mengeluarkan dana segede itu? Apakah nanti bisa kembali modal setelah habis jabatanya ? 

Padahal semua masih berspekulasi, artinya dengan modal sebesar itu belum bisa menjamin untuk jadi Dewan. Maka tidak heran jika setelah proses perhitungan suara dinyatakan gagal dan perjuangannya kandas, ujung-ujungnya masuk rumah sakit jiwa. Kemudian yang menjadi Dewanpun sebagian berakhir dengan tragis masuk bui karena tersandung berbagai kasus kurupsi dan perempuan bahkan narkoba bisa juga terjadi. Tidak hanya sampai disitu, hujatan dan cacian bahkan kutukan menjadi santapan setian hari bagi mereka yang tidak jera melakukan tindak pidana kurupsi.

Sangat ironis memang, dalam kampanye sering kali kita dengar adanya janji-janji kosong dan tanpa ada rasa keraguan sedikitpun dengan lantangnya sang calon Dewan berseru dan semua berdalih DEMI RAKYAT. Setelah jurus maut disampaikan kemudian sang calon Dewan mengeluarkan jurus pamungkas dengan bagi-bagi duit atau menawarkan bantuan lewat ketua RT masing-masing. Disana ada transaksi politik uang selama 5 tahun dari yang 2,5 juta rupih hingga 5 juta rupiah per RT. Dengan asumsi jika dalam satu RT rata-rata mendapat 5 juta rupiah sedangkan jumlah penduduk yang ada berjumlah 50 KK, maka hitungannya per KK mendapatkan jatah 5 juta : 50 = 100.000 rupiah. Jika dihitung pertahun berarti 100.000 rupiah : 5 = 20.000 rupiah. Kalau dalam satu KK ada 4 orang hitunganya 20.000 rupiah : 4 = 5.000 rupiah. Itupun kalau dana yang diberikan sebesar 5 juta rupiah. Jika hanya 2,5 juta rupiah yang diberikan berarti hitunganya mesti 5.000 rupiah : 2 = 2500 rupiah. Itu artinya dalam satu tahun suara kita dibeli sebesar angka 2.500 rupiah. Layakkah harga diri kita dihargai uang sebesar itu? Lantas bagaimana jika sang calon Dewan setelah terpilih nantinya apakah ke depan ada tanggungjawab moral untuk membangun Negeri ini ?

Inilah yang terjadi di negeri tercinta ini. Dan ini adalah nyata seperti yang kita lihat setiap hari bagaimana sepak terjang seorang calon Dewan atauapun pejabat yang bertopeng kemunafikan. Terkadang masyarakat terbius dengan adanya dana aspirasi yang dikucurkan pemerintah lewat sang Dewan sebesar 250 juta rupiah. Memang begitu besar dan menggiurkan. Tetapi setelah dana tersebut turun apakah tetap utuh dan tidak ada potongan sama sekali? Jawabnya tentu saja tidak karena sebagian dana telah disunat sebesar 15-20%. Pertanyaannya kemana larinya dana yang 15-20% tersebut? Persepsi masyarakat tentunya bisa berbeda bahkan sebagian menganggap sang Dewan telah banyak berjasa di mata mereka bak seorang Pahlawan. 

Sudah sekian banyak pejabat daerah dan anggota Dewan bahkan jaksa ataupun penegak hukum yang lain terseret dalam kasus kurupsi bahkan perempuan. Secara matematik sebenarnya bisa dihitung berapa banyak gaji yang diterima dan berapa banyak tunjangan yang diterima dalam setiap bulanya? Kalau mau jujur sebenarnya tidak akan bisa menutup ongkos ataupun modal yang dikeluarkan. Pertanyaanya kenapa masih banyak orang berambisi untuk menjadi Dewan dengan menghalalkan segala cara yang sama sekali tidak mendidik? Apa yang mereka cari?

Berbagai kejadian yang dialami para pejabat daerah maupun Dewan bahkan penegak hukum sendiri yang tersandung kasus, mestinya kita bisa berfikir secara jernih jika ingin bertujuan membangun Negeri ini. Melihat pengalaman yang ada sebenarnya menjadi gambaran bahwa apapun itu jika smua diawali dari cara-cara yang tidak baik hasilnyapun tidak akan baik dan justru semakin buruk. Apa yang terjadi saat ini di masyarakat sangat berbeda jauh keberadaanya. Kini masyarakat sudah semakin cerdas cara berfikirnya dan mereka tidak akan percaya lagi dengan semua janji para calon dan wakil rakyat yang mengumbar duit. Meski demikian parah keberadaan para pemangku jabatan di Negeri ini, tentunya kita harus tetap optimis dan punya keyakinan bahwa dari sekian banyak pejabat yang bermasalah masih ada pejabat ataupan dewan yang punya moral dan integritas untuk membangun Negeri ini. 

Seperti figur JOKO WIDODO atau lebih dikenal JOKOWI misalnya yang sekarang menjabat sebagi Gubernur DKI Jakarta. Dengan berpikir positif dan berpikir jernih siapa tau setelah munculnya sosok JOKOWI muncul JOKO-JOKO yang baru seperti JOKOWI. Kalau di DKI ada JOKOWI apa salahnya di Sukoharjo ada JOKO SUPRAPTO? Semoga tulisan ini bisa bermanfaat bagi para pembaca kususnya bagi penulis sendiri dan setidak-tidaknya untuk menjadi bahan renungan bagi kita semua dalam menentukan pilihan demi masa depan bangsa. Semoga…………! 
Bagikan Berita :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

BERITA POPULER

Cari Blog Ini

 


Copyright © 2011. INDEPNEWS.Com - All Rights Reserved