![]() |
PLTU Muara Angke, Jakarta (viva) |
Yang unik dari proyek ini, selain akan dibangun oleh pihak swasta, juga tanpa harus ada perjanjian jual beli tenaga listrik atau Power Purchase Agreement (PPA) terlebih dahulu antara investor dan PLN selaku calon pembeli listrik. Investor yang siap mendanai proyek ini adalah PT Jawa Energi, yang hingga kini masih belum terungkap latar belakangnya.
Padahal pengalaman PT PLN (Persero) selama ini, pihak swasta justru yang minta harus ada PPA terlebih dahulu sebelum membangun pembangkit, agar ada jaminan bahwa listriknya di beli oleh PLN dengan harga yang menguntungkan pihak swasta.
"Biasanya swasta minta jaminan dulu melalui PPA. Tapi ini tidak mereka jalan dulu, ini mungkin terobosan dari pemerintah," ujar Manajer Senior Komunikasi PT PLN (Persero) Bambang Dwiyanto ditemui di Kantor Diklat PLN, Ragunan, Minggu (9/11/2014).
Bambang mengatakan, memang harus ada terobosan dari Pemerintah dan PLN untuk mengantisipasi ancaman krisis listrik yang menghantui Jawa-Bali pada 2018.
"Pasalnya rencana pembangunan PLTU Batang di Jawa Tengah dengan kapasitas 2.000 MW sampai sekarang belum terbangun juga karena masalah lahan, padahal listrik dari PLTU Batang harus memasok listrik pada 2018, namun karena molor kemungkinan baru selesai 2020, itulah sebabnya pemerintah buat terobosan bangun PLTU Cilacap," katanya.
Sebelumnya Menteri Koordinator bidang Kemaritiman Indroyono Soesilo mengungkapkan, pemerintah harus mencari terobosan mempercepat dan memperbanyak pembangunan pembangkit listrik, karena jika terlambat dampaknya Jawa akan krisis listrik dalam beberapa tahun mendatang.
"Kita mencari terobosan untuk mengatasi ancaman listrik 2018, yakni akan dibangun 5x1.000 MW di Cilacap tidak jauh dari lokasi PLTU 700 MW yang sekarang sudah beroperasi," ungkap Indroyono.
Indroyono mengatakan, PLTU Cilacap ini akan selesai pembangunannya selama 7 tahun. Namun pada 2018 sudah akan selesai atau beroperasi sebagian yaitu 2.000 MW.
"Itu diutamakan untuk memasok kawasan industri di Cilacap. Total proyek tersebut selesai dalam waktu 7 tahun," katanya.
Indroyono menambahkan, proyek ini tidak akan senasib seperti PLTU Batang 2x1.000 MW yang terkendala karena masalah lahan, karena lahan proyek ini sudah menjadi milik negara.
"Sebenarnya lahan ini sebagian milik TNI AD dan sebagian milik Polri, tapi ditetapkan yang punya negara. Makanya kita cari solusi dari Menteri Agraria, Menkum HAM, dan KSAD TNI apakah ada masalah nanti soal lahan," paparnya.
"Karena proyek ini dibangun oleh swasta, aset TNI tidak boleh diserahkan ke swasta. Makanya telah diputuskan tanah itu dialihkan ke PLN, nanti mekanismenya dengan Menteri Keuangan. Lalu investor yang bangun sewa tanahnya ke PLN," tambahnya. [Rista Rama Dhany/detik/inc]


0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !