![]() |
| Pegiat LSM Pemuda pancasila & LPPNRI (Louis berkaca mata & Arman, tengah) [Syifa'] |
PROBOLINGGO - INDEPNEWS : Aktivitas exploitasi mineral berupa sirtu yang berlebel normalisasi aliran sungai di Kabupaten Probolinggo, rupanya kian mendekati ambang batas tujuan normalisasi dan mengarah pada penambangan yang dilakukan secara terus menerus. Pasalnya penambangan galian C yang terindikasi dilegalkan oleh Pemkab setempat melalui Dinas terkait disinyalir akan merusak lingkungan hidup.
![]() |
| Penambangan galian C terindikasi dilegalkan [Syifa'] |
Dalam aturan yang baru tersebut, terdapat pengaturan yang jelas antara kewenangan pusat dan daerah dalam hal pengawasan LH. Penguatan instrumen pencegahan pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup, yang meliputi; instrumen Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), tata ruang, baku mutu lingkungan hidup, kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, AMDAL, upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup, perizinan, instrumen ekonomi lingkungan hidup, peraturan perundang-undangan berbasis lingkungan hidup, anggaran berbasis lingkungan hidup, analisis risiko lingkungan hidup, dan instrumen lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Terlebih dalam pasal 41 UU Amdal No. 23 tahun 1997 terdapat aturan jelas jika melakukan pengrusakan terhadap lingkungan dengan cara mengeksplorasi material termasuk dilokasi bantaran sungai bisa dipidana dan denda hingga Rp. 500.000.000,00 (Lima Ratus Juta).
Hal ini seperti yang disampaikan oleh pegiat LSM Pemuda Pancasila, Louis Harona dan Drs Arman Kacung SH dari LPPNRI (Lembaga Pemantau Penyelenggara Negara Republik Indonesia) pada INDEPNEWS.Com saat pers rilis beberapa waktu lalu. Terkait penambangan yang terjadi di Kabupaten Probolinggo, kedua pegiat Lembaga Swadaya Masyarakat ini kompak kalau aktivitas ini telah melanggar UU Amdal.
Untuk pihaknya akan melaporkan temuan ini ke ranah hukum. Menurutnya, kegiatan penambangan yang dilakukan bertahun-tahun ini harus disertai perijinan yang jelas melalui Kementerian Lingkungan Hidup. Ada dugaan menguatnya pengrusakan yang berbaju Normalisasi Sungai ini, ada kecenderungan main antara kontraktor dan Dinas PU Pengairan setempat.
Mengingat beberapa minggu lalu, kegiatan ini menurut PU Pengairan telah ditutup dari segala aktivitas penambangan. Namun hasil investigasi Berita patroli, ternyata kegiatan pengerukan sirtu (Pasir dan batu) di bantaran sungai Desa Alas Tengah masih berlangsung. Dapat dilihat, faktor kerusakan alam yang ditimbulkan dari kegiatan tersebut yang dirasakan oleh masyarakat yang mendiami di sekitar areal penambangan. Jalan desa yang tidak dapat dilalui dengan nyaman, karena sepanjang hari selalu basah dan berlumpur, sehingga warga merasa kesulitan melaluinya.
Ditambahkan oleh Louis dan Arman, berdasarkan data yang dimilikinya, ternyata ijin penambangan galian C yang dikeluarkan Kementerian Lingkungan Hidup (LH) khususnya di Jatim, hanya ada di Sedarum Kecamatan Nguling Kabupaten Pasuruan. Kalaupun ada penggalian yang bersifat normalisasi aliran sungai, itu bersifat terbatas hingga kondisi kembali normal dan tidak berdampak merusak lingkungan. “Eksploitasi galian C ini akan kami teruskan pelaporannya ke pihak terkait termasuk Polda Jatim dan Kejati,” tegas Arman.
Dibalik aktivitas penambangan galian C ini, ternyata juga melibatkan mantan Kades Alas Tengah, Amsori yang secara terstruktur ikut dalam mengelola penambangan tersebut. Bahkan Amsori yang saat ini sudah tidak menjabat Kepala Desa masih menghandle kegiatan ini meski yang berkaitan dengan asset desa sudah ada Pejabat sementara Kades. Saat INDEPNEWS.Com berupaya melakukan konfirmasi pada mantan Kades tersebut, justru yang bersangkutan terkesan menghindar. Padahal saat dihubungi melalui ponsel, Amsori bersedia menemui untuk berdialog terkait aktivitasnya dalam penambangan galian C tersebut. (Syifa’)



0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !