Pengamat Politik UI, Boni Hargens: Ada Manuver Mafia Masuk ke Kubu Jokowi

Pengamat Politik Universits Indonesia, Boni Hargens (Lip6)

JAKARTA - INDEPNEWS.Com : Pengamat politik dari Universitas Indonesia, Boni Hargens, mensinyarir ada mafia-mafia yang mencoba menyusup di dalam jajaran pendukung Jokowi dan membangun sistem oligarki secara bergotong royong untuk berupaya merampok negara.

Mafia yang bermanuver masuk ke kubu Jokowi ini, lanjut Boni, adalah kelompok yang bermuka dua.

Hal demikian disampaikan Boni dalam diskusi publik Konsolidasi Nasional Dalam Rangka Mengawal Trisakti dan Nawacita Menuju Indonesia Yang Adil, Sejahtera, dan Beradab Berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, di Jakarta.

"Ada manuver mafia yang masuk ke kubu pemenang, saya mengamati pergerakan orang-orang ini," tegas Boni.

Selain itu, terdapat juga pihak yang tidak bahagia dengan kemenangan Jokowi-JK dalam Pilpres 2014, yakni koalisi pendukung Prabowo Subianto dan Partai Demokrat.

"Kalau melihat konstelasi politik pascapilpres itu ada dua kelompok yang tidak bahagia dengan kemenangan Jokowi. Pertama Koalisi Merah Putih yang terus bermanuver, serta Partai Demokrat," ujar Boni.

Menurut Boni, Partai Demokrat yang dipimpin Susilo Bambang Yudhoyono termasuk dalam kelompok politik pragmatis yang mengalami kegalauan. Kelompok politik pragmatis cenderung berada di antara dua koalisi dan menyebut dirinya sebagai pihak yang netral.

"Kelompok politik pragmatis yang mengalami kegalauan ini adalah posisi pak SBY dan kawan-kawan. Mereka ada di antara dua koalisi dan menganggap dirinya netral," cetus Boni.

Boni menambahkan, kekuatan Jokowi untuk menghadapi dua kelompok tersebut adalah media massa dan terbukanya ruang publik untuk mengawasi langsung jalannya pemerintahan.

Dia menilai kekuatan itu bersanding dengan kekuatan lain Jokowi seperti figur fleksibel yang membuatnya populis dan mendapatkan dukungan nyata dari rakyat, serta adanya partai pendukung yang ideologis serta solid seperti PDIP dan NasDem.

Kendati begitu, Jokowi bersama kubunya juga memiliki kelemahan seperti euforia kemenangan yang tidak dijaga dengan baik, serta fakta adanya media partisan yang membela partai oposisi.

Selain itu, adanya jurang antara realitas politik yang tidak ideal dengan visi-misi Jokowi yang ideal, sehingga menciptakan kerumitan politik. (Totok Marwoto/Antara/inc)