JAKARTA - INDEPNEWS.Com : Tiga pelukis kawakan Hardi, Oji Lulungan dan Djibril Berjalan santai di kawasan Bundaran Hotel Indonesia, Minggu (15/3). Yang jadi perhatian di leher ketiganya tergantung kanvas bergambar sosok babi. Bertanduk, tapi bertubuh manusia yang tengah mengenakan jas.
Di ujung bawah lukisan itu tertulis "Rp 1 triliun, 1 Parpol". Aksi mereka mengundang perhatian para pengunjung car free day. Beberapa warga yang menyaksikan mengabadikan aksi unik mereka. Bahkan ada beberapa pemuda yang berposes 'selfie' dengan Hardi dan kawan-kawan. Mereka yang berinteraksi dengan Hardi sepakat dengan tuntutan aksi mereka.
Aksi Hardi dan rekan-rekannya yang sama-sama berprofesi sebagai pelukis tersebut merupakan bagian dari aksi damai menolak rencana dari pemerintahan Joko Widodo memberi subsidi Rp 1 triliun untuk satu partai politik. Hardi dan rekan-rekannya itu ingin mengajak masyarakat menolak kebijakan itu dengan caranya sendiri.
"Kami menganggap kebijakan itu kejahatan demokrasi," ujar Hardi saat berbincang santai dengan INDEPNEWS di sela aksinya. Menurut Hardi, partai politik memang jadi kendaraan perjuangan. Mereka merupakan representasi rakyat. Tetapi, Hardi menegaskan bahwa partai politik bukan representasi apa kemauan rakyat. Sebab partai politik di Indonesia telah meninggalkan prinsip dari rakyat untuk rakyat.
"Saya yakin itu bukan inisiatif Pak Jokowi. Tetapi inisiatif partai politiknya. Saya melihat peran partai politik terhadap Presiden terlalu dominan," ucap Hardi. Oji Lulungan dan Hardi menambahkan, kepercayaan rakyat terhadap partai politik saat ini menurun drastis. Apalagi, banyak kader partai politik yang terjerat kasus tindak pidana korupsi.
Hardi dan Oji menyarankan agar anggaran itu lebih baik dialokasikan kepada program yang menyentuh rakyat miskin. Soal mengapa mereka menyalurkan aspirasi melalui media kanvas, Hardi menganggap opini yang ada di media massa dimonopoli oleh pengamat politik, pakar dan sebagainya. (an)
Di ujung bawah lukisan itu tertulis "Rp 1 triliun, 1 Parpol". Aksi mereka mengundang perhatian para pengunjung car free day. Beberapa warga yang menyaksikan mengabadikan aksi unik mereka. Bahkan ada beberapa pemuda yang berposes 'selfie' dengan Hardi dan kawan-kawan. Mereka yang berinteraksi dengan Hardi sepakat dengan tuntutan aksi mereka.
Aksi Hardi dan rekan-rekannya yang sama-sama berprofesi sebagai pelukis tersebut merupakan bagian dari aksi damai menolak rencana dari pemerintahan Joko Widodo memberi subsidi Rp 1 triliun untuk satu partai politik. Hardi dan rekan-rekannya itu ingin mengajak masyarakat menolak kebijakan itu dengan caranya sendiri.
"Kami menganggap kebijakan itu kejahatan demokrasi," ujar Hardi saat berbincang santai dengan INDEPNEWS di sela aksinya. Menurut Hardi, partai politik memang jadi kendaraan perjuangan. Mereka merupakan representasi rakyat. Tetapi, Hardi menegaskan bahwa partai politik bukan representasi apa kemauan rakyat. Sebab partai politik di Indonesia telah meninggalkan prinsip dari rakyat untuk rakyat.
"Saya yakin itu bukan inisiatif Pak Jokowi. Tetapi inisiatif partai politiknya. Saya melihat peran partai politik terhadap Presiden terlalu dominan," ucap Hardi. Oji Lulungan dan Hardi menambahkan, kepercayaan rakyat terhadap partai politik saat ini menurun drastis. Apalagi, banyak kader partai politik yang terjerat kasus tindak pidana korupsi.
Hardi dan Oji menyarankan agar anggaran itu lebih baik dialokasikan kepada program yang menyentuh rakyat miskin. Soal mengapa mereka menyalurkan aspirasi melalui media kanvas, Hardi menganggap opini yang ada di media massa dimonopoli oleh pengamat politik, pakar dan sebagainya. (an)


0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !