SOLO - INDEPNEWS.Com : Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Kota Solo tahun 2015 telah berakhir. Namun, proses tersebut tak luput dari sejumlah catatan atas pelaksanaan PPDB tersebut. MPPS (Masyarakat Peduli Pendidikan Surakarta) mencatat ada sejumlah titik rawan, baik pada pra, selama, dan pasca PPDB.
Pada masa pra PPDB, MPPS mencatat setidaknya tiga hal yang mesti dievaluasi, yakni sosialisasi petunjuk teknis (juknis) PPDB yang masih membingungkan sebagian masyarakat, Data keluarga miskin (gakin) yang menjadi dasar penerbitan SK Walikota Solo validitasnya meragukan, dan tidak jelasnya aturan konversi piagam (prestasi) khususnya mengenai bobot nilai dari setiap jenis prestasi yang tidak dibedakan.
Salah satu MPPS (Masyarakat Peduli Pendidikan Surakarta) Adi Cahyaning Kristiyanto mengungkapkan, pada saat PPDB berlangsung, MPPS mencatat beberapa hal krusial. Pertama, tidak ada pengaturan terkait sisa kuota Gakin dan prestasi yang tidak diisi penuh. Kedua, belum ada sistem informasi terpadu antar sekolah untuk mengantisipasi terjadinya kelebihan (penumpukan) pendaftar jalur Gakin dan Prestasi di sekolah tertentu. Ketiga, mekanisme seleksi untuk jalur offline masih belum transparan.
“Keempat, masyarakat masih kesulitan untuk mengakses informasi terkait proses dan hasil PPDB di setiap sekolah, baik melalui jalur offline maupun online,” terangnya kepada beritamemorandum.com, Kamis (2/7/2015).
Disisi lain, Pasca PPDB pun tak luput dari sejumlah catatan. Pertama, terkait dengan maraknya pungutan dengan kedok sumbangan sekolah serta penjualan seragam sekolah. Kedua, terkait nasib dari anak-anak Gakin yang belum mendapatkan sekolah.
“Dari berbagai temuan dan catatan, MPPS merekomendasikan beberapa hal, antara lain, Perlu disediakan Pusat Informasi PPDB terpadu di Disdikpora Kota Solo sebagai sumber informasi valid. Perlunya validitas data akurat dari Pemerintah KotaSolo dalam SK Gakin, sehingga tidak terjadi penyisipan kepentingan oleh pihak tak bertanggungjawab.
Penerimaan PPDB jalur Gakin secara online dengan kuota yang diatur khusus dan data terhubung antar sekolah lain, sehingga tak ditemukan lagi anak Gakin yang tak bersekolah. Perlu pengaturan jelas dan tegas terkait konversi piagam prestasi dan jenis prestasi yang layak dikonversi. Perlu pengaturan jelas dalam seleksi dan pemberian fasilitas khusus bagi anak guru. Mendukung Disdikpora di wilayah Soloraya menindak tegas sekolah yang masih melakukan pungutan di luar ketentuan peraturan, dan Mendorong Disdikpora di wilayah Soloraya mewujudkan sistem penerimaan peserta didik baru secara obyektif, transparan, adil dan tidak diskriminatif,” ungkap Adi Cahyaning Kristiyanto.
MPPS (Masyarakat Peduli Pendidikan Surakarta) merupakan sebuah jaringan yang beranggotakan beberapa lembaga swadaya masyarakat (LSM), organisasi kemasyarakatan (ormas), organisasi mahasiswa, organisasi profesi, tokoh masyarakat dan perseorangan yang menaruh kepedulian terhadap persoalan dunia pendidikan di Soloraya. (dony/beritamemorandum.com)
Pada masa pra PPDB, MPPS mencatat setidaknya tiga hal yang mesti dievaluasi, yakni sosialisasi petunjuk teknis (juknis) PPDB yang masih membingungkan sebagian masyarakat, Data keluarga miskin (gakin) yang menjadi dasar penerbitan SK Walikota Solo validitasnya meragukan, dan tidak jelasnya aturan konversi piagam (prestasi) khususnya mengenai bobot nilai dari setiap jenis prestasi yang tidak dibedakan.
Salah satu MPPS (Masyarakat Peduli Pendidikan Surakarta) Adi Cahyaning Kristiyanto mengungkapkan, pada saat PPDB berlangsung, MPPS mencatat beberapa hal krusial. Pertama, tidak ada pengaturan terkait sisa kuota Gakin dan prestasi yang tidak diisi penuh. Kedua, belum ada sistem informasi terpadu antar sekolah untuk mengantisipasi terjadinya kelebihan (penumpukan) pendaftar jalur Gakin dan Prestasi di sekolah tertentu. Ketiga, mekanisme seleksi untuk jalur offline masih belum transparan.
“Keempat, masyarakat masih kesulitan untuk mengakses informasi terkait proses dan hasil PPDB di setiap sekolah, baik melalui jalur offline maupun online,” terangnya kepada beritamemorandum.com, Kamis (2/7/2015).
Disisi lain, Pasca PPDB pun tak luput dari sejumlah catatan. Pertama, terkait dengan maraknya pungutan dengan kedok sumbangan sekolah serta penjualan seragam sekolah. Kedua, terkait nasib dari anak-anak Gakin yang belum mendapatkan sekolah.
“Dari berbagai temuan dan catatan, MPPS merekomendasikan beberapa hal, antara lain, Perlu disediakan Pusat Informasi PPDB terpadu di Disdikpora Kota Solo sebagai sumber informasi valid. Perlunya validitas data akurat dari Pemerintah KotaSolo dalam SK Gakin, sehingga tidak terjadi penyisipan kepentingan oleh pihak tak bertanggungjawab.
Penerimaan PPDB jalur Gakin secara online dengan kuota yang diatur khusus dan data terhubung antar sekolah lain, sehingga tak ditemukan lagi anak Gakin yang tak bersekolah. Perlu pengaturan jelas dan tegas terkait konversi piagam prestasi dan jenis prestasi yang layak dikonversi. Perlu pengaturan jelas dalam seleksi dan pemberian fasilitas khusus bagi anak guru. Mendukung Disdikpora di wilayah Soloraya menindak tegas sekolah yang masih melakukan pungutan di luar ketentuan peraturan, dan Mendorong Disdikpora di wilayah Soloraya mewujudkan sistem penerimaan peserta didik baru secara obyektif, transparan, adil dan tidak diskriminatif,” ungkap Adi Cahyaning Kristiyanto.
MPPS (Masyarakat Peduli Pendidikan Surakarta) merupakan sebuah jaringan yang beranggotakan beberapa lembaga swadaya masyarakat (LSM), organisasi kemasyarakatan (ormas), organisasi mahasiswa, organisasi profesi, tokoh masyarakat dan perseorangan yang menaruh kepedulian terhadap persoalan dunia pendidikan di Soloraya. (dony/beritamemorandum.com)
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !