JAKARTA - INDEPNEWS.Com : “Silahkan hina diriku sepuas
kalian, aku akan tetap diam saja. Bukannya aku tidak punya jawaban, tapi singa
selalu tidak akan membalas gonggongan anjing.” (Imam Syafi’i)
Aneh tapi nyata, namun faktanya memang demikian.
Yang satu fokus bekerja, sementara yang satu lagi fokus fitnah. Bahkan, fitnah
yang mereka lakukan seperti takaran atau dosis minum obat, yakni 3 kali sehari.
Tidak ada satu hari pun mereka lewatkan tanpa fitnah, celaan, serta cercaan
kepada pemimpin bangsa satu ini.
Bahkan, mungkin sepanjang Republik ini berdiri, baru ada seorang pemimpin yang
begitu bertubi-tubi mendapatkan fitnah dari mereka-mereka yang membencinya.
Sebuah kebencian yang membutakan mereka dari kinerja positif yang sudah
dilakukan oleh pemerintahan sekarang.
Jika ada sosok pemimpin yang banyak panah fitnah mengarah
kepadanya, maka Jokowi orangnya. Fitnah, hoax memang tidak bisa luput dari
dirinya semenjak Ia mencalonkan menjadi Gubernur DKI Jakarta. Panah fitnah
tersebut lebih banyak dan mengerikan ketika Ia maju sebagai Capres pada Pilpres
2014 lalu, dan bahkan lebih dahsyat lagi ketika Ia sudah menjabat sebagai Orang
Nomor 1 di negeri ini.
Tetapi, sebelum beranjak terlalu jauh, apa definisi fitnah itu
sendiri ? Dalam keseharian kosakata ini menjadi biasa kita dengar, namun,
definisi yang tepat perlu kita pahami agar kita mengetahui apa sesungguhnya
perilaku fitnah tersebut. Disebutkan bahwa, fitnah merupakan komunikasi kepada
satu orang atau lebih yang bertujuan untuk memberikan stigma negatif atas suatu
peristiwa yang dilakukan oleh pihak lain berdasarkan atas fakta palsu yang
dapat memengaruhi penghormatan, wibawa, atau reputasi seseorang. Kata “fitnah”
diserap dari bahasa Arab, dan pengertian aslinya adalah “cobaan” atau “ujian”.
(http://muhsinhar.staff.umy.ac.id/fitnah-selalu-terjadi-bagaimana-kita-menyikapinya/)
Mungkin kita ingat kasus “Obor Rakyat” ketika Pilpres 2014 lalu.
Media abal-abal yang dibuat untuk hanya satu tujuan, yakni merusak nama baik
Jokowi di tengah-tengah masyarakat. Mereka membuat black campaign yang sebenar-benarnya. Atau
mungkin kita juga ingat buku yang belum lama ini terbit, “Jokowi Undercover.”
Buku yang katanya merupakan hasil riset atau penyelidikan. Setali tiga uang
dengan Obor Rakyat, Jokowi Undercover berusaha mengungkap sisi Jokowi. Sisi
tersebut sudah bisa ditebak, yakni sisi yang bisa dikorek-korek, sisi negatif
beserta fitnah-fitnahnya.
Lalu, apa saja fitnah yang menerpa orang nomor
satu di negeri ini ? Mari kita simak dan cermati. Pertama, tentu saja tuduhan
usang, yaitu bahwa Jokowi adalah pengusung PKI. Seperti diketahui,
tuduhan-tuduhan usang ini merupakan warisan Orde Baru. Selama 32 tahun lebih,
masyarakat kita ditakut-takuti dengan hantu komunisme. Jargon terkenal mereka
adalah “bahaya laten komunisme.” Karena propaganda yang berlangsung cukup lama,
maka tak mudah menghapusnya dalam benak masyarakat. Jokowi yang datang dari
PDIP mau tidak mau menerima fitnah semacam ini. PDIP, partai nasionalis ini semenjak
lama dicap oleh pemerintah Orde Baru sebagai pro nasionalis yang ideologinya
sering dikait-kaitkan dengan komunisme. Padahal jika merujuk sejarah, Partai
Nasional Indonesia (PNI) yang nanti menjadi cikal-bakal PDIP memiliki perbedaan
sangat jauh dan signifikan dengan tema komunisme yang diusung PKI.
Kedua, keturunan PKI. Nah, ini pun stigma yang
mereka berikan kepada Jokowi. Asal-usul orang nomor satu di Indonesia ini
kemudian dikorek-korek, siapakah orang tua dan lain sebagainya. Tapi, lantaran
ini fitnah belaka, alias tuduhan tak berdasar, fitnah ini kemudian meredup
seiring waktu. Lucunya, bahkan ada warganet atau netizen yang mendorong
Presiden Jokowi untuk melakukan tes DNA untuk membuktikan bahwa Beliau bukan
PKI (“Gara-gara Fitnah Ini, Presiden Jokowi Diminta Tes DNA”, dalam
sumsel.tribunnews.com).
Ketiga, Antek China. Jokowi PKI, keturunan PKI dan antek China
sebenarnya tuduhan atau fitnah satu paket. Fitnah yang mencakup semuanya.
Termasuk di dalamnya isu jutaan tenaga kerja China yang masuk ke Indonesia. Isu
ini digoreng sedemikian rupa sehingga nampak kenyataan di lapangan. Padahal
faktanya, tenaga kerja Indonesia di negeri China lebih banyak, ketimbang tenaga
kerja China di Indonesia.
Keempat, Jokowi anti Islam. Tuduhan ini beredar
semenjak lama. Fitnah ini digaungkan kembali akhir-akhir ini karena Presiden
Jokowi mengeluarkan Perppu Nomor 2 tahun 2017 tentang Organisasi Masyarakat
(Ormas). Pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) merupakan langkah Jokowi yang
anti Islam, kata mereka. Mereka –para haters- lupa, bahwa di negara-negara
Islam sendiri, kehadiran HTI dilarang dan sudah dibubarkan. Mereka lupa,
organisasi massa terbesar Islam, seperti NU dan Banser-nya justru mendukung
penuh langkah pemerintah. Begitu pula dengan Buya Syafii Maarif, tokoh senior
Muhammadiyah, dan bahkan Majelis Ulama Indonesia mendukung langkah pemerintah
Jokowi ini.
Kelima, Jokowi dan pemerintahannya dituduh
mengkriminalisasi ulama. Tuduhan ini terkait dijadikannya tersangka beberapa
ulama, semisal Habib Rizieq Shihab, Munarman atau Alfian Tanjung. Padahal di
mata hukum, tidak ada pembedaan atau pemilahan apakah seseorang tersebut pemuka
agama, pejabat atau rakyat biasa. Semuanya sama di mata hukum. Maka, apabila
ada kasus yang melibatkan para pemuka agama –sebut saja ulama- tidak boleh
dipukul rata bahwa pemerintah dan aparat penegak hukum melakukan upaya
kriminalisasi. Di belakang Presiden Jokowi banyak ulama-ulama yang mendukung
sepak terjang pemerintah. Sebut saja, KH.Aqil Siradj, Buya Syafii Maarif,
Quraish Shihab, Gus Mus dan lainnya. Mereka juga ulama, bahkan bukan ulama
sembarangan.
Keenam, nah tuduhan ini lebih dahsyat lagi.
Disebutkan bahwa Jokowi bukan seorang muslim. Faktanya, Presiden Jokowi sendiri
mengatakan, “Saya Jokowi, Bagian dari Islam
yang Rahmatan Lil Alamin.” “Semua orang boleh ragu dengan agama saya, tapi saya
tidak ragu dengan iman dan imam saya dan saya tidak pernah ragu dengan Islam
agama saya,” ujarnya.
Jokowi juga mengatakan dirinya bukan bagian dari
kelompok yang mengaku Islam yang punya tujuan mewujudkan negara Islam. Dia pun
menyatakan bukan bagian dari yang mengaku Islam, tetapi suka menebar teror dan
kebencian (kompas.com).
Dengan serangan fitnah yang bertubi-tubi hingga
sekarang, bagaimana dengan penilaian masyarakat akan Jokowi selama ini ?
seperti dilansir laman kompas.com, berbagai politik fitnah yang selama ini
menyerang Presiden Joko Widodo dinilai tidak efektif untuk menurunkan
elektabilitas orang nomor satu di Indonesia itu.
Hasil survei terakhir Saiful Mujani Research and
Consulting (SMRC) menunjukkan Jokowi masih menjadi tokoh paling populer untuk
menjadi Presiden dengan 53,7 persen. Saingan terberat Jokowi, Prabowo, hanya
mendapat suara 37,2 persen. Responden yang mengaku puas dengan kinerja Jokowi
mencapai 67 persen.
Masih dilansir dari laman kompas.com, Oleh
karena fitnah-fitnah itu, Jokowi mewanti-wanti para elite politik yang berada
di balik serangan itu untuk lebih beradab dalam berpolitik.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !