LIH Jatim Sebagai Tim Investigasi(Foto : Sup) |
Kasus SISMIOP Bertambah Kisruh,
Salah
Satu Kepala Desa Mengembalikan
Keuangan Kepada Masyarakat
Keuangan Kepada Masyarakat
SUMENEP - INDEPNews ; SISMIOP adalah program yang
dicanangkan oleh pemerintah melalui departemen keuangan, dimaksudkan untuk
lebih mentertibkan kembali sistem perpajakan melalui pembenahan administratif.
Oleh karenanya Sismiop ini dilakukan berdasarkan pada disahkannya Daftar
Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) dan Petunjuk Pelaksanaan DIPA tahun anggaran
2007 Nomor SP: 0001.0/062-03.0/-/2007 s.d. Nomor SP: 0026.0/062-03.0/-/2007 dan
Nomor SP: 0028.0/062-03.0/-/2007 s.d. Nomor SP: 0034.0/062-03.0/-/2007 tanggal
31 Desember 2006 dan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor
SE-01/PJ.12/2007 tanggal 5 Januari 2007 tentang Petunjuk Pelaksanaan Daftar
Alokasi Sementara Biaya Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Tahun Anggaran 2007,
khususnya pelaksanaan di unit kerja Bidang PBB dan BPHTB, Bidang Kerjasama
Ekstensifikasi dan Penilaian, Kantor Pelayanan PBB dan KPP Pratama.
Semua
anggaran biaya yang muncul akibat dari program ini dibiayai oleh negara,
melalui APBN dan APBD. Sayangnya, diberbagai daerah, SISMIOP ini dijadikan
"alat" oleh kepala desa untuk melakukan pungutan liar dengan berkedok
program ini, dan untuk menguatkan keserakahan mereka, para aparatur ditingkat
desa ini membuat PERDES sebagai tameng. Alasan yang tak masuk akal adalah ini
sebagai pemasukan desa dan mereka bekerja sesuai dengan kearifan lokal atau
wujud daripada otonomi desa.
Padahal
kalau dirunut dan dikaji secara ilmiah tentang proses pembentukan perdes, maka
tidak dibenarkan aturan paling bawah (dalam hal ini desa) bertentangan dengan
aturan diatasnya (peraturan bupati), bahkan pemerintah telah menjelaskan bahwa
PERDES tidak boleh bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi, hal ini
sebagaimana di jelaskan dalam Pasal 55 ayat (4) Undang – Undang No. 72 tahun
2005 tentang desa.
Seperti
yang terjadi di Kecamatan Ra’as, jika para aparatur desa itu memahami proses
bagaimana membuat peraturan maka mereka tidak akan berani berbuat
se-enaknya membuat PERDES yang bertentangan denngan UU/Peraturan yang
diatasnya.
Di
Kecamatan Ra’as ini aparatur desa demikian ngotot bahwa biaya yang dipungut
untuk proses SISMIOP ini hasil musyawarah dan kesepakatan Desa, padahal jelas
ditulis dalam surat
edaran No: SE-15/PJ.6/2006 dan Pasal 55 ayat (4) Undang – Undang No. 72 tahun
2005 Tentang Desa.
Lebih
jauh dalam keterangan KPP Pratama yang membuat Surat Pemberitahuan Pembatalan
Pendataan Pola SISMIOP kepada semua desa se-Kecamatan Ra’as nomor: S….../WPJ.24/KP.0706/2012,
terkait dengan surat dari Kepala Desa Nomor: 591.1/18/435423.105/2012, tanggal
13 Desember 2010, prihal pendataan objek dan subjek PBB tahun 2012 pola
SISMIOP di setiap desa se-Kecamatan Ra’as yang pada point 4 (empat) menyatakan
bahwa “Akan tetapi, apabila dikehendaki untuk di laksanakan kegiatan
pendataan objek dan subjek PBB di desa saudara, tetep dapat dilakukan dengan
cara swadaya dari masing masing Desa”, yang kemudian kalimat pada point
4 (empat) tersebut dijadikan acuan oleh semua Kepala Desa di Kecamatan Ra’as
yang mengarahkan untuk menarik keuangan pada masyarakat, padahal kalimat
“SWADAYA” bukan berarti SWADANA, karena arti yang sebenarnya adalah kepedulian
dan kekompakan, jadi tidak bisa diartikan untuk melakukan pemungutan uang
kepada masyarakat.
Yang
jadi persoalan kemudian ialah, jika interest aparatur desa itu jauh lebih besar
dari kepentingan umat atau rakyat, maka apapun akan dilakukan oleh kepala desa
untuk meminta pembiayaan kepada masyarakat yang menurut sumber yang meminta
namanya tidak mau disebutkan setiap desa meminta bayaran kepada masyarakat yang
hanya mendata saja sebesar Rp. 50.000,- dan yang melakukan balik nama pada nama
wajib pajak sebesar Rp. 200.000,-, dan kemudian pihak desa menyusun kekuatan
dengan membangun aliansi antara aparat desa guna memuluskan niat pemungutan
liar tersebut.
Maka
sangatlah wajar jika beberapa mahasiswa asal Ra’as yang berada di Sumenep
menyuarakan ketidak benaran ini, secara serempak masyarakat di Kecamatan
masyarakat 80% sangat mendukung para pelopor baik dari mahasiswa asal Ra’as
maupun LSM dan Organisasi lain yang memperjuangkan kebenaran ini, bahkan ada
salah satu Lembaga Hukum saat ini yang tengah mengupayakan agar ICW sebagai LSM
Pusat di Jakarta yang anti korupsi diminta untuk bisa menyelidiki kasus ini,
juga Ombudsman Republik Indonesia.
Dikesempatan
lain, diperoleh informasi bahwa telah terdapat salah satu Kepala Desa tepatnya
di Desa Ketupat telah melakukan pengembalian pungutan keuangan kepada
masyarakat baik yang Rp. 50.000,- maupun yang Rp. 200.000,-. Sementara untuk
desa lainnya menurut keterangan Camat Ra’as yang diinformasikan oleh salah satu
mahasiswa Ra’as (yang namanya minta tidak disebutkan) yang mengikuti
pertemuan dalam membahas masalah SISMIOP diungkapkan oleh Camat Ra’as bahwa
semua Kepala Desa akan mengembalikan keuangan sebesar Rp. 50.000,- yang
sebelumnya di pungut dari masyarakat.
(diperoleh dari beberapa sumber informasi).
Berita Terkait:
LIH Jatim Menuding Keras KPP Pratama Pamekasan Melakukan PUNGLI Di
Kecamatan Ra’as Dan Akan Dibawa Ke Ranah Hukum
SUMENEP - INDEPNews ; Merasa tidak terima terhadap pungutan yang dilakukan oleh KPP
Pratama Pamekasan melalui perangkat desa yang melakukan pungutan liar (PUNGLI)
pada masyarakat di Kecamatan Ra’as Kabupaten Sumenep, Lembaga Investigasi Hukum
(LIH) Jawa Timur menuding dalam pemungutan tersebut yang harus turut
bertanggung jawab adalah petugas (Tim) yang melakukan pendataan program SISMIOP
dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Pamekasan.
Disamping LIH Jawa Timur menuding KPP Pratama Pamekasan
sebagai dalangnya dalam pemungutan liar (PUNGLI) di Kecamatan Ra’as, LIH Jawa
Timur juga berencana untuk mengadukan Petugas KPP Pratama Pamekasan ke ICW di
Jakarta, “Kami akan mengadukan KPP Pratama Pamekasan ke ICW sebagai mitra kami
di pusat untuk membantu mengusut tuntas kasus PUNGLI oleh petugas KPP Pratama
Pamekasan terhadap masyarakat di Kecamatan Ra’as Kabupaten Sumenep, buktikan
saja...kami tidak akan main - main, karena kami tidak akan membiarkan petugas /
pejabat KPP Pratama Pamekasan menzalimi masyarakat di Ra’as...,” ungkap Zubairi
selaku Koord. Team Intelegensi LIH Jatim.
Ditempat lain Koordinator
Team Pelaporan dan Penuntutan, SAIKHO mengungkapkan bahwa pihaknya di LIH Jatim
telah koordinasi dengan Badan Pengawas Keuangan (BPK) Pusat dan Kejaksaan
Negeri Sumenep, “Saat ini tinggal pemberkasan untuk mempermatang materi
penuntutan dalam pelaporan nanti...” ungkap Saikho.
LIH
Jawa Timur menilai bahwa pungutan yang dilakukan oleh KPP Pratama Pamekasan
melalui perangkat desa, yang menjadi pelaksana program Sismiop di Kecamatan
Ra’as. “Misalkan untuk Desa Ketupat, per bidangnya dipungut biaya pengukuran Rp
50 ribu dan balik nama Rp. 200.000,- begitu pula desa lainnya di Kecamatan
Ra’as. Sementara di Desa Karangnangka, panitia Sismiop yang melibatkan
perangkat desa malah menarik lebih tinggi dari desa lainnya yakni Rp 250 ribu
sampai dengan 300 ribu bagi masyarakat
yang balik nama per bidang,” kata Saikho seraya mneyebutkan.
"Dasar yang mereka (oknum perangkat desa) gunakan untuk
pungutan pada program Sismiop adalah Perdes (Peraturan Desa). Padahal,
jelas-jelas Perdes tidak boleh bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi,
padahal aturan yang lebih tinggi telah menetapkan bahwa pelaksanaan Sismiop
merupakan program yang didanai APBD/APBN, dalam artian gratis untuk masyarakat.
Perdes tersebut jelas tidak sah secara hukum," kata Saikho lantang seraya menambahkan,
pungutan yang besarnya bervariasi bagi setiap desa tersebut sangat memberatkan
dan meresahkan warga.
Effendi, Koord. Team Monitoring menambahkan, Sismiop adalah
program gratis tanpa pungutan. Dasarnya adalah Keputusan Direktur Jenderal
Pajak Tahun 2000 pada pasal 9, disamping itu Surat Edaran Dirjen Pajak no 133
tahun tahun 2000 yang menyatakan, program Sismiop dibiayai APBN dan APBD da
membebaskan warga sebagai obyek pajak bebas dari berbagai macam pungutan.
“Ada indikasi penyimpangan uang yang dilakukan oleh
pelaksana program Sismiop di Kecamatan Ra’as. Sebab Sismiop dibiayai APBN
sebanyak 2,5 miliar dan APBD. Untuk program tersebut, setiap desa seharusnya
mendapat anggaran 25 juta rupiah."
Effendi mengatakan, KPP Pratama Pamekasan sebagai pelaksana
program Sismiop di Kecamatan Ra’as harus bertanggung jawab atas persoalan
tersebut. Dari awal, kata dia, KPP Pratama Pamekasan tidak memberi informasi
yang betul terkait pelaksanaan program Sismiop di Kecamatan Ra’as. "Kami
meminta kepada KPP Pratama Pamekasan agar bertanggung jawab," tandas
Effendi mengakhiri wawancaranya dengan Independent News. (Team LIH Jatim)
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !