I Love Bamboo, Toraja di Penghujung Tahun INDEPNEWS.Com
Headlines News :
Home » , , » I Love Bamboo, Toraja di Penghujung Tahun

I Love Bamboo, Toraja di Penghujung Tahun

Ditulis Oleh redaksi Senin, 29 Desember 2014 | 10.49

Ragam tarian dan alat musik bambu memenuhi setiap sudut danau di tengah Kota. Para lelaki mengenakan ikat kepala khas daerahnya, sedangkan para perempuan yang turut ambil bagian dalam pesta menghiasi diri dengan ragam manik-manik yang disusun dari batu-batu mulia (Aris)
MAKALE - INDEPNEWS.Com : Ketika daerah-daerah lain masih terasa sepi, sebuah negeri berbatas bukit dan awan sedang menggelar sebuah pesta besar. Miniatur Lakean, Tongkonan, Babi, Tedong Bonga, hingga ragam tarian dan alat musik bambu memenuhi setiap sudut danau di tengah Kota. Para lelaki mengenakan ikat kepala khas daerahnya, sedangkan para perempuan yang turut ambil bagian dalam pesta menghiasi diri dengan ragam manik-manik yang disusun dari batu-batu mulia.

Di negeri itulah konon tersembunyi rahasia tali darah yang menghubungkan berbagai kerajaan di Bone, Gowa, Bugis, dan mungkin seluruh wilayah di Sulawesi. Jika Babad Tanah Jawa dibuka kembali, diperoleh cerita pada halaman awal mengenai datangnya seseorang dari Sulawesi ke Jawa Dwipa sebagai awal kisah kejadian dan cerita-cerita para Penguasa Jawa.

Meski pada masa sekarang sangat jarang Ahli Sejarah yang berusaha menguak hubungan panjang masyarakat Jawa dengan Sulawesi, Robert Dick-Read dalam buku “Penjelajah Bahari”-nya berusaha melihat dari sudut pandang lain mengenai hal tersebut dan menyampaikan bahwa kolaborasi para penjelajah laut dari Jawa dan Sulawesi memiliki pengaruh sangat besar terhadap lahir dan berkembangnya sebuah suku di pesisir Madagaskar-Afrika yang kemudian disebut sebagai suku Zank.

Hubungan negeri tersembunyi itu dengan daerah lain ternyata tidak sebatas hanya dengan masyarakat Jawa, tetapi salah seorang penduduknya juga mengatakan bahwa sejarah leluhur mereka sangat erat kaitannya dengan bangsa Cina. Bentuk Tongkonan yang menjadi rumah adat mereka menggambarkan bentuk perahu terbalik dan mengisyarakatkan pesan bahwa nenek moyang mereka berasal dari negeri jauh.

Jika mayoritas masyarakat Singkawang beretnis Tionghoa (Red: Cina) dan dipercaya juga bahwa dalam diri masyarakat Dayak juga mengalir darah yang sama, tidak menutup kemungkinan masyarakat negeri tersembunyi ini pun memiliki hubungan darah yang erat dengan keduanya.

Apakah negeri tersembunyi yang kemudian dikenal sebagai Tana Toraja hanya berhubungan dengan Jawa dan Kalimantan? Ternyata tidak. Berdasarkan keterangan salah seorang masarakat Gayo yang mendiami pegunungan di Propinsi Aceh, Suku Aceh sesungguhnya bukan penduduk asli, tetapi mereka merupakan keturunan masyarakat pendatang yang berasal dari Philipina.

Dari buku harian Fa-Hian yang ditemukan pada tahun 1656 diketahui bahwa bangsa Cina telah berdatangan ke Philipina sejak sekitar 200 tahun sebelum Masehi. Anehnya, Fa-Hian juga menceritakan bahwa pada abad ke-3 Philipina masih menggunakan nama Ma-i yang berasal dari kata Mait dan merupakan kerajaan di Mindoro.

Meski dalam sejarah bangsa Philipina nama Mindoro disebut sebagai nama sebuah kerajaan, ternyata pada tahun 1996 istilah yang sama juga digunakan untuk menyebut salah satu jenis buaya yang ditemukan di wilayah Sulawesi Timur dan Tenggara. Hal itu membuka kemungkinan adanya hubungan antara masyarakat Aceh dengan masyarakat Sulawesi pada jaman lampau, terlebih jika hal tersebut dikaitkan dengan pernyataan Robert Dick-Read bahwa di ‘Jaman Emas’ / Jaman Keemasan, telah terjalin hubungan erat antara masyarakat Sulawesi, Jawa, India, dan Afrika dalam penggalian dan pengelolaan emas sehingga pulau Sumatra mendapat julukan sebagai Swarna Dwipa.

Masyarakat luar yang berkunjung ke Tana Toraja pasti akan merasa kagum dengan upaya yang dilakukan masyarakatnya dalam menjaga hubungan kekerabatan mereka, baik melalui keberadaan Tongkonan maupun kebudayaannya yang lain. Tetapi hal itu akan terasa sangat ironis, jika hubungan kekerabatan tersebut tidak disertai upaya menarik benang panjang sejarah pertalian darah yang mereka miliki, sehingga fenomena yang terlihat justru upaya mengalienisasi diri dengan kerabat-kerabatnya yang tersebar luas di berbagai penjuru negeri dan belahan bumi yang lain.

Ketersambungan tali darah antara masyarakat Tana Toraja dengan masyarakat di berbagai belahan bumi itu seharusnya dapat dimanfaatkan untuk membuka dan mengembangkan diri, sehingga Tana Toraja tidak hanya dikenal sebagai Warisan Dunia, tetapi juga Pewaris Dunia. Lebih jauh lagi, jika hal itu dilakukan, pihak yang mendapatkan kebaikan bukan hanya masyarakat Tana Toraja tetapi juga masyarakat di belahan bumi lain yang selama ini juga merindukan para kerabatnya yang ‘hilang’.

Tema ‘I Love Bamboo’ yang diusung dalam acara Lovely December pada akhir tahun ini akan menjadi lebih bermakna, seandainya filosofi bambu diangkat lebih tinggi sebagai rumpun tanaman dengan akar yang saling mengaitkan diri. Bukan sesuatu yang sulit bagi masyarakat Tana Toraja untuk mewujudkan hal tersebut, karena dalam diri mereka tumbuh subur pepatah “Lalambate tarantajo, mesa’ kada dipatuo, pantan kada dipomate” yang artinya “Tidak ada sesuatu yang sulit jika kita bergotong-royong, satu kata dihidupkan, perselisihan dihilangkan”. (aris)
Bagikan Berita :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

BERITA POPULER

Cari Blog Ini

 


Copyright © 2011. INDEPNEWS.Com - All Rights Reserved