JAKARTA - INDEPNEWS.Com : Bivitri Susanti, Pengamat Hukum Tata Negara, mengatakan pembentukan Dewan Pengawas KPK dapat merusak sistem penegakan hukum. "Dengan design dan kewenangan yang seperti dalam rancangan revisi UU KPK, pembentukan Dewan Pengawas berbahaya," katanya dalam diskusi di Daniel S. Lev Law Library, Jakarta Selatan pada Senin, 22 Februari 2016.
Dalam hukum Tata Negara, pengawasan sebuah lembaga tidak perlu dilakukan dengan membentuk lembaga baru. Bivitri mengatakan pengawasan dapat dilakukan melalui mekanisme. Sebagai contoh, pengawasan eksekutif, legislatif, dan yudikatif. "Mereka saling mengawasi," katanya.
Bivitri mengatakan KPK tidak memerlukan lembaga pengawas tambahan. Selama ini, KPK diawasi oleh Dewan Penasehat serta Dewan Etik. Pengawasan KPK juga sudah tertera dalam hukum acara.
Terkait dengan penyadapan, KPK selalu diaudit secara berkala oleh Kementerian Informatika dan Komunikasi. Bivitri mengatakan hanya KPK yang membuka diri untuk diaudit. "Instansi lain yang punya kewenangan menyadap belum ada yang mau diaudit," katanya.
Kewenangan Dewan Pengawas dalam rancangan revisi UU KPK adalah memberikan izin penyadapan dan penyitaan kepada KPK. Nantinya, anggota dewan akan dipilih langsung oleh Presiden.
Rancangan revisi UU KPK yang baru juga mengatur tentang kewenangan KPK merekrut penyelidik dan penyidik independen. Syaratnya, penyelidik dan penyidik harus berpengalaman minimal dua tahun. Terakhir, KPK berwenang menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).
Nasib kelanjutan rancangan UU KPK akan ditentukan esok, Selasa, 23 Februari 2016 dalam rapat paripurna DPR. Meski begitu, Presiden Joko Widodo telah menyatakan untuk menunda pembahasan revisi UU KPK. (Vindry Florentin/Tpc/inc)
Dalam hukum Tata Negara, pengawasan sebuah lembaga tidak perlu dilakukan dengan membentuk lembaga baru. Bivitri mengatakan pengawasan dapat dilakukan melalui mekanisme. Sebagai contoh, pengawasan eksekutif, legislatif, dan yudikatif. "Mereka saling mengawasi," katanya.
Bivitri mengatakan KPK tidak memerlukan lembaga pengawas tambahan. Selama ini, KPK diawasi oleh Dewan Penasehat serta Dewan Etik. Pengawasan KPK juga sudah tertera dalam hukum acara.
Terkait dengan penyadapan, KPK selalu diaudit secara berkala oleh Kementerian Informatika dan Komunikasi. Bivitri mengatakan hanya KPK yang membuka diri untuk diaudit. "Instansi lain yang punya kewenangan menyadap belum ada yang mau diaudit," katanya.
Kewenangan Dewan Pengawas dalam rancangan revisi UU KPK adalah memberikan izin penyadapan dan penyitaan kepada KPK. Nantinya, anggota dewan akan dipilih langsung oleh Presiden.
Rancangan revisi UU KPK yang baru juga mengatur tentang kewenangan KPK merekrut penyelidik dan penyidik independen. Syaratnya, penyelidik dan penyidik harus berpengalaman minimal dua tahun. Terakhir, KPK berwenang menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).
Nasib kelanjutan rancangan UU KPK akan ditentukan esok, Selasa, 23 Februari 2016 dalam rapat paripurna DPR. Meski begitu, Presiden Joko Widodo telah menyatakan untuk menunda pembahasan revisi UU KPK. (Vindry Florentin/Tpc/inc)
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !