Mencari Strategi Perlindungan Petani dari Permainan Kartel INDEPNEWS.Com
Headlines News :
Home » , , » Mencari Strategi Perlindungan Petani dari Permainan Kartel

Mencari Strategi Perlindungan Petani dari Permainan Kartel

Ditulis Oleh redaksi Selasa, 15 Maret 2016 | 23.50

JAKARTA - INDEPNEWS.Com : Kementerian Pertanian Republik Indonesia mengadakan forum diskusi publik dengan tema “Mencari Strategi Perlindungan Petani dari Permainan Kartel” di Kafe Phoenam Jalan Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Selasa (15/3/2015).

Acara yang dihadiri sekitar 60-an peserta terdiri dari Mahasiwa, Perhimpunan Sarjana Pertanian Indonesia (PISPI), hingga para aktivis pemuda tani itu menghadirkan pembicara diantaranya Ir Mulden Damanik Wakil Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian, Gapprera Panggabean Direktur Penindakan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), dan akademisi Dr Arif Satria selaku Ketua Dewan Pakar PISPI.

Mulden mengatakan, untuk mengatasi kartel pangan pemerintah sudah banyak hadir melalui program-program yang langsung turun kepada masyarakat. Kementan mengakui negara ini masih harus memperbaiki tata niaga pangan, terutama pada jalur distribusi. Terkait rantai dari produksi hingga sampai kepada konsumen, pemerintah tengah konsentrasi terhadap pengupayaan distribusi pertanian baik dari sisi produksi maupun di sisi konsumen. Ini dilakukan untuk mendapatkan harga yang terjangkau, sehingga di tingkat produksi tidak terlalu rendah dan di tingkat konsumen tidak terlalu tinggi. Pemerintah selalu melakukan kajian agar bisa mendapatkan hal ini.

“Ini memang tugas kita bersama, kementan selalu berupaya untuk menangani hal-hal tersebut. Kita selalu berpihak kepada petani. Hal ini bisa dilakukan apa bila kelembagaan di petani ataupun di peternak bisa bergerak dengan baik, hal ini bisa menjadi penertiban tata niaga pangan, termasuk juga penemuan harga.” ungkap Mulden.

Untuk memihak nasib petani, Arif mengatakan, pentingnya perlindungan pemerintah kepada para petani dan peternak di Indonesia. Ia mengusulkan komoditas pertanian dikenakan pajak (PPN) sebesar 10% seperti yang diberlakukan pada masa orde baru.
“Konsep perlindungan petani dan peternak itu adalah untuk keadilan. Saya usul untuk adanya PPN 10% untuk on farm itu, ada harga yang dilemparkan oleh perusahan bersinergi itu menjadi lebih efisien dan lebih murah” tutur Arif.

Arif melanjutkan, hasil studi yang ia lakukan, menyebutkan bahwa di Jawa Barat hasil pergerakan produksi di lapangan ada perbedaan hasil yang disebutkan oleh pemerintah dengan hasil studi yang ia lakukan, pemerintah mengatakan surplus, tetapi hasil studinya justru defisit.

Ia mengatakan ada problem data yang sangat serius di dunia pangan Indonesia. Input data berasal dari daerah, mungkin ada kesalahan di input data tersebut. Karena HPP yang ditentukan pemerintah jauh lebih rendah dibanding harga dilapangan. Menurut Arif sampai saat ini pemerintah hanya menghitung jumlah stock yang ada di BULOG, tanpa mengetahui jumlah beras yang ada di swasta dan masyarakat.

Terkait kedelai, dengan pembebasan biaya pajak impor kedelai, maka harga kedelai akan selalu tinggi. Seharusnya diserahkan kepada BULOG.

Ada kecurigaan kepada swasta, tetapi tidak ada yang mengetahui data sesungguhnya jumlah kedelai di swasta.  Peran BULOG penting untuk bisa mengkontrol pangan strategis ini, kedelai, jagung dan beras.” Tutur Arif.

Gapprera mengatakan bahwa saat ini akan ada peningkatan konsumsi daging maka dilakukan impor dan pemasukan daging sapi, tetapi tidak ada penyerapan di tingkat konsumen.

Terkait dengan permasalahan ayam, peserta diskusi bernama Annas mengungkapkan, akhirnya ada over supply DOC (indukan ayam), ini menyebabkan penjualan ayam menjadi di bawah biaya produksi yang dikeluarkan oleh peternak. Lalu dilakukan pemusnahan DOC, justru malah terjadi kesulitan dalam mendapatkan DOC.

“Di tingkat peternak harga ayam hanyalah Rp 10.000 tetapi di tingkat konsumen bisa mencapai Rp 33.000 artinya ada kesalahan dalam tata niaga disini. Harus ada pemotongan distribusi disini, agar permaslaahan harga bisa diselesaikan, dan didapatkan harga yang terjangkau, terutama bisa memotong dan meminimalisir adanya pihak yang ingin mengambil keuntungan sendiri,” kata peserta diskusi itu.

Menjawab hal ini Gappera menanggapi, saat ini produksi ayam berlebihan hingga 16 juta ekor dalam setahun, maka diambil kebijakan pemusnahan. Ia menambahkan kekuatan data memang sangat dibutuhkan, agar kebijakan yang diambil menjadi tepat.
Forum Diskusi Publik yang diselenggarakan Kementan RI ini berlangsung meriah dan demokratis. 


Selaku ketua acara diskusi, Arifin mengucapakan terimakasih sebesar-besarnya kepada seluruh peserta karena telah menyumbangkan kritik dan saran demi membangun pertanian Indonesia lebih baik dan berharap ditindaklanjuti dengan kebijakan yang mensejahterakan petani. (Arifin)
Bagikan Berita :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

BERITA POPULER

Cari Blog Ini

 


Copyright © 2011. INDEPNEWS.Com - All Rights Reserved